Baru-baru ini, Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah viral di media sosial. Pasalnya, pejabat publik ini memelihara kucing emas (Catopuma temminckii) yang merupakan salah satu satwa dilindungi.
Pria yang juga akrab disapa Ijeck ini memiliki kucing emas yang diberi nama Gold. Kucing langka itu telah dipelihara oleh Ijeck sejak kecil seperti yang disampaikan oleh video dalam akun Pembelasatwaliar.
Sebelumnya, ada lagi pejabat publik asal Bali yang memelihara seekor owa siamang (Symphalangus syndactylus) di kediamannya. Entah karena tidak tahu hukum, Bupati Badung bernama Nyoman Giri Prasta mengunggah video owa peliharaannya di media sosial. Secepat kilat, video itu kemudian viral dan membuat Nyoman langsung menyerahkan owa itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Fenomena pejabat publik memelihara satwa liar dan dilindungi bukan hal asing. Beberapa pejabat publik tercatat pernah memelihara satwa dilindungi. Mulai dari Menteri hingga pejabat kepolisian. Hingga ada sindiran, “Pejabat mah bebas, bebas pelihara, bebas dari hukum!”.
Baca juga : Mengenal Owa Kalimantan – Owa Kelempiau Utara dan Owa Kelempiau Barat
Kenapa pejabat pelihara satwa dilindungi?
Satwa liar dan langka kerap dipelihara orang-orang tertentu sebagai hobi. Sebutlah harimau, orangutan, owa, kucing hutan, buaya, burung kakatua, hingga burung cendrawasih kerap dicari orang untuk dijadikan peliharaan mahal.
Hobi ini dianggap ekstrem dan mewah. Gengsinya tinggi karena tak semua orang bisa memelihara satwa-satwa ini. Satwa yang statusnya makin langka malah makin dicari untuk dijadikan koleksi.
Ironisnya, apabila mengacu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, semua orang dilarang untuk memiliki, menyimpan, memperniagakan satwa dilindungi tanpa pandang bulu.
Sayangnya peraturan ini kerap dilanggar demi hobi mahal orang-orang berduit. Sudah rahasia umum, satwa dilindungi kerap dijadikan ‘hadiah’ di kalangan pejabat. Anehnya, oknum-oknum ini jarang mendapatkan sanksi dari pemerintah terkait perilakunya memelihara ataupun menyimpan satwa dilindungi. Malah, kesannya seakan penegak hukum membiarkan tren ini tumbuh subur di kalangan para pejabat.
Dengan kondisi ini, warga seakan dipaksa menutup mata dengan pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum ini hanya karena mereka adalah seorang “pejabat publik”.
Baca juga : Menang Reels Challenge, Begini Kisah Annisa Main ke Habitat Owa
Makin banyak yang ingin pelihara
Sayangnya, sebagai pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan masyarakat, mereka tidak memberikan contoh baik dengan melanggar hukum secara terang-terangan.
Mempertontonkan pelanggaran hukum di ranah publik ini dikhawatirkan membuat masyarakat mengubah orientasi mereka terhadap pemeliharaan satwa dilindungi. Dengan kata lain, mewajarkan pelanggaran hukum menjadi hal yang lumrah.
Alih-alih ingin melestarikan satwa-satwa ini di habitatnya, masyarakat seakan diberikan lampu hijau untuk ikut memelihara satwa liar dan dilindungi di rumah. Hal ini terlihat dari banyaknya netizen di media sosial yang akhirnya malah memaklumi pelanggaran para pejabat.
Jangan sampai kondisi ini mengubah poros konservasi satwa liar yang relatif membaik, malah kian memburuk. Tren pejabat yang seenaknya pelihara satwa dilindungi harus dihentikan. Bukankah menyedihkan apabila satwa-satwa yang seharusnya berkembang biak di hutan, malah punah di kandang?
Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you. https://www.binance.com/ph/register?ref=B4EPR6J0