Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan salah satu satwa langka dan dilindungi. Kelangsungan hidup di habitat alaminya semakin terancam. Hal tersebut terjadi di antaranya karena perburuan, pemeliharaan, dan dampak gangguan hingga perusakan habitat alami.
“Owa jawa ini satwa dilindungi dengan status konservasinya terancam punah dan jumlah di habitat alaminya cukup kritis,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Sustyo Iriyono saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Minggu (8/10/2017).
Di wilayah Sukabumi dan Cianjur, lanjut dia, satwa endemik atau asli yang hanya ditemukan di Pulau Jawa ini dapat ditemukan dan dilihat di antaranya di sejumlah kawasan konservasi. Seperti di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh/Cagar Alam (CA) Cibanteng, CA Gunung Simpang, CA Takokak, dan CA Bojong Larang.
“Selain di dalam kawasan konservasi, habitat alami owa jawa ada di luar kawasan konservasi. Meskipun di luar kawasan konservasi, tetap owa jawa itu dilindungi,” ujarnya.
Dia menyebutkan dalam upaya menyelamatkan dan melestarikan satwa langka ini dilakukan berbagai langkah. Di antaranya pada Januari 2017 membentuk tim gugus tugas evakuasi dan penyelamatan tumbuhan dan satwa liar (TSL) BBKSDA Jabar dan membentuk jaringan dengan instansi swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang konservasi.
“Hasilnya hingga Agustus 2017 telah menyelamatkan 620 ekor satwa berbagai jenis yang dilindungi dari para pemiliknya. Di antaranya termasuk owa jawa,” ujar dia.
Upaya lainnya, lanjut dia, dalam program rehabilitasi owa jawa dengan The Aspinall Foundation (TAF). Kegiatan terbaru dengan TAF yaitu pelepasliaran empat ekor (dua pasang) owa jawa di Cagar Alam (CA) Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, Kamis (5/10/2017) lalu.
Keempat owa jawa tersebut dilepasliarkan di dua lokasi berbeda. Dua ekor owa jawa bernama Ucup (jantan berumur 8 tahun) dan Desi (betina berumur 5 tahun) dilepasliarkan di Blok Ankap.
“Ucup telah menjalani masa rehabilitasi selama 2 tahun, sedangkan Desi telah menjalani masa rehabilitasi selama 6 bulan. Kedua owa jawa yang berbeda jenis kelamin tersebut telah berpasangan selama berada di kandang rehabilitasi, maupun di kandang habituasi,” jelas Sustyo.
Dua ekor owa jawa lainnya, sambung dia, dilepasliarkan di Blok Cikahuripan, masing-masing bernama Iwa (jantan berumur 3 tahun) dan Amoy (betina berumur 2,5 tahun). Kedua ekor owa jawa tersebut telah menjalani proses rehabilitasi selama 1 tahun dan telah berada di kandang habituasi selama 2 bulan.
“Dua pasang owa jawa dilepasliarkan setelah evaluasi dan monitoring yang dilakukan The Aspinall Foundation, baik di kandang rehabilitasi maupun di kandang habituasi menunjukkan bahwa keempat ekor owa jawa tersebut sudah layak dilepasliarkan,” tuturnya.
Sustyo mengharapkan peran serta masyarakat dalam upaya penyelamatan dan pelestarian satwa jenis primata yang terkenal setia pada pasangan di habitat aslinya itu.
Untuk itu bagi yang memelihara owa jawa dapat menyerahkannya secara sukarela kepada petugas BBKSDA Jabar. Satwa tersebut akan menjalankan rehabilitasi yang selanjutnya dilepasliarkan di habitat alaminya.
Sumber : regional.kompas.com